Ayat-ayat Cinta the Movie: Sangat Saya Sesali
Posted 12 Februari 2008
on:Update: Buat yang ingin mengetahui bagaimana komentar mengenai novel Ayat-ayat Cinta, bisa dilihat di SmritaCharita.
Semoga apa yang saya tonton tadi malam, film Ayat-ayat Cinta, versi bajakan bukanlah versi yang akan diterbitkan oleh om Hanung. Karena ada beberapa yang saya sesalkan dalam film yang saya tonton tersebut. Saya sebagai penonton yang tidak membaca bukunya pun kecewa, entah apa yang akan dikatakan istri saya yang sudah membaca bukunya. Saya tidak akan menyebar SPOILER film tersebut, tapi saya coba mengevaluasi dari sudut pandang saya.
Film Ayat-ayat Cinta (AAC) jika dilihat sekilas akan nampak seperti kisah Nabi Yusuf ketika dituduh memperkosa, dengan sedikit tambahan alur-alur. Sama seperti film luar, Contact, yang hampir serupa dengan cerita Isra Miraj. Namun AAC hadir di masa kini mengenai seorang pemuda yang sedang mengemban amanah untuk mencari ilmu di Al Azhar, Mesir.
Kenapa saya menyesali AAC dan bukan novelnya? Karena saya sempat melihat animo orang-orang sekitar saya terhadap buku Ayat-ayat Cinta. Mereka sangat merekomendasikan buku tersebut. Terus terang saya tidak begitu menyukai cerita roman(tis), lebih menyukai kolosal seperti Eragon dan fiksi ilmiah seperti Contact. Namun saat mendengar bahwa buku tersebut sedang dibuat versi filmnya, saya sempat tertarik. Apalagi ditambah dengan cerita dari sebuah dokumen pdf mengenai cerita di balik pembuatan AAC.
Oke, saya langsung saja me-list hal-hal yang membuat saya kecewa dalam AAC tersebut:
- Akting Rianti dalam membawakan peran Aisyah.
Apa yah? Suaranya seperti tidak pas untuk sebagai seorang Aisyah, sang muslimah. Mungkin sepertinya yang meng-casting memilih karena kecocokan wajah Rianti di balik cadar dan jilbab. - Karakter Fahri.
Di awal cerita digambarkan sebagai orang yang cukup tenang saat bahan skripsinya hilang. Pemimpin sebuah organisasi yang terlihat berwibawa. Pelajar yang pintar. Namun saat klimaks, terlihat seperti orang yang labil, bodoh dan emosional. Bahkan sempat kebingungan, padahal dia tahu bahwa dia memiliki saksi kunci: Maria. Ekspresinya layak seperti sinetron-sinetron Indonesia pada umumnya, terlalu ekspresif. - Materi agama.
Surga ada di telapak kaki ibu? Yup, ada satu materi yang saya cukup mengerti. Dan itu bertentangan dengan apa yang ada di AAC. Entah materi agama yang lain, sepertinya perlu diadakan audit neh. - Peran pembantu, si penghuni penjara.
Who the hell he is? Kalau memang ingin memunculkan sosok yang bijak, kenapa harus sosok penghuni penjara tersebut yang saat pertama muncul terkesan bodoh dan tidak baik. Lalu sejalan dengan cerita, menjadi semakin pandai dan bijak. Kenapa tidak digambarkan sebagai suara hati saja seh? - Sekolah Al-Azhar.
Ternyata bersekolah jauh-jauh ke Mesir hanya untuk kembali diajar oleh orang Indonesia juga :3 - Minim puisi atau kata-kata indah yang menggetarkan hati.
Semua ada jodohnya (ucap Maria menambahkan perkataan Fahri mengenai sungai Nil dan Mesir). Please define “Jodoh”? Kenapa seh hampir setiap cerita roman(tis) berbicara tentang jodoh? Dan seakan jodoh itu one-to-one relationship, kenapa jodoh tidak mungkin many-to-many?
Namun yang saya salut adalah pemeran Maria (entah siapa itu). Luar biasa. Menurut saya, dia patut menjadi pemain terbaik dalam film tersebut. Terus terang, tidak ada yang saya dapat pelajari dari film tersebut. Mungkin karena kecewa dan kebelet ingin nonton Smallville dan Supernatural :3
Catatan: tolong jangan bilang-bilang kalau saya dapat bajakannya (^^)v
72 Tanggapan to "Ayat-ayat Cinta the Movie: Sangat Saya Sesali"
aku malah sudah bersumpah untuk tidak melihatnya. Aku kasihan sama Habbiurrahman El Sirazy
terimakasih atas penjelasan anda…. saya jadi merasa “benar” karena tidak tertarik menonton filmnya dan membaca bukunya
hm.. klo kta saya mah bukunya bagus.. bukan ceritanya aja, tapi isinya, ada sedikit belajar ttg islam.. daripada novel-novel indonesia lain yang mengumbar hal-hal ‘dewasa’, novel ini mah menyejukkan,hehe.. ini kata saya loh..
klo ttg filmnya walau saya blm nonton, toh menurut saya ampe skrg blm ada buku yg dibikin film yg hasilnya sama bagusnya ama bukunya, gak gampang kan bikin film 😀
film nya ngecewain. ga dapet feel nya. ga kaya waktu baca novelnya. buatku rianti telah membunuh aisha, fedi juga, dia bikin fahri jadi ngga keren. katanya itu tuntutan produser makannya cerita nya berubah dari versi novelnya biar komersil. (kalo emang gitu, ergh.. f**k punjabi). udah gitu jadi kurang nyar’i.
gara2 kecewa sama film ini, jd semangat nyebarin sofcopy nya ke tmn2, hehe, kan kasian kalo mereka ntn d bioskop, kecewanya dobel plus udah ngeluarin kocek.
[…] : Mohon ma’af, nie g nampilin review atau apa pula namanya, baca aja sendiri di sini. Kedua, nie ga’ mau sharing tu film, kasihan sutradaranya sudah susah bikin, kecuali pada […]
kak please q minta filmnya, ngomong2 filmnya dapat beli di mn? jawab lewat e-mail ku ya… please
Enggak fair banget kalau anda memberi komentar ke sebuah film yang BELUM JADI! Masih ada timecodenya kan? Jangankan anda, para pembuat filmnya juga bakal bilang film itu jelek. Kan belum ada kulaitas gambar yang baik, proses dubbing, sound yang bener, trimming pada editing dan lain-lain. Anda mengkritik dan menyela film yang belum jadi ini sama aja kayak seorang ibu yang kecewa ngeliat bayinya belum kaya manusia pas ngeliat si janin lewat USG.
BTW, kayaknya anda enggak pantes deh untuk mengkritik bahwa film ini kurang pesen (materi) agamanya. Anda menonton versi bajakannya kan? Ngerti copyright kan? Tahu hukum mencuri di agama Islam kan? Apakah anda sadar kalau yang anda lakukan ini melanggar hukum?
Jadi, lebih baik anda nonton di bioskop baru kritik bahkan nyela-nyela. Itu sudah hak anda sebagai penonton yang legal. Atau enggak, mending nonton film bajakan versi yang udah jadi deh. Biar jelas juga kalau mengkritik atau menyela.
Thanks.
Gimana kalo penonton film AAC mencoba untuk fair menilai film ini sebagai sebuah karya pelaku seni audio visual? Di semua belahan dunia ini, selalu ada pro/kontra pada sebuah film yang diangkat dari novel, apalagi yang best seller. Kemampuan mengadaptasi sebuah novel ke dalam skenario adalah sebuah kerja keras yang tidak mudah, harus ada “keikhlasan” untuk menambal bagian-bagian plot yang seringkali tidak bisa digambarkan di sebuah novel – yang adalah runtutan kata-kata, dan visualnya ada di kepala masing-masing pembacanya, dan tidak ada audionya –
Setiap pembaca novel memiliki imajinasi visual yang berbeda satu sama lain, begitu juga film maker yang terlibat di belakang film ini, yang tentunya bukan satu kepala, tapi adalah sebuah tim yang harus bekerja untuk mencapai sebuah kesepakatan bagaimana menerjemahkan sebuah cerita novel menjadi skenario dan kemudian diangkat ke film.
Dan please…., no wonder banyak yang tidak bisa menghargai dan menilai secara fair sebuah hasil karya film Indonesia, kalau masih mempunyai attitude membeli film Indonesia bajakan, memang tidak bisa berharap banyak dari orang-orang yang masuk kategori ini untuk menilai sebuah film, kategori penonton film Indonesia bajakan…
yah namanya juga film, komentar sih boleh bermacam macam, mau mengkritik ato muji abis2an juga sah2 aja. tapi biasanya pendapat orang kan beda2 jadi jangan sampe terprovokasi…,mendingan baca dulu novelnya ato liat filmnya baru deh pada komentar. trus ga usah memprovokasiin yang laen kayak ga ada kerjaan aja..
Bajakan kok dikomentarin : (
silahken baca komennya Mas Hanung..
itu tuh edisi yg belom di edit…
tolong jangan komen dulu sebelum nonton yang asli..dan jangan mempengaruhi yang mo nonton..ni curhatan hanung dari blognya dia:..
——————————————————————————
Saya pikir, setelah materi film sebanyak 7 Rheel dibawa dari India menuju Jakarta, saya bisa sujud syukur dan berseru ‘akhirnya film ini selesai juga.’ Sejauh yang saya bayangkan, tidak akan ada lagi persoalan besar yang menghadang. Tapi tidak sangka, hasil film ketika diperbanyak di lab Jakarta, hasilnya scratch, seperti nonton film ‘Janur Kuning’. Dua lab Film yang ada di Jakarta (yang ternyata satu-satunya lab di Negeri ini) tidak bisa menanggulangi persoalan itu. Belum lengkap seminggu ada di Jakarta, 7 Rheel Film Ayat-Ayat Cinta diterbangkan di Bangkok untuk diperbanyak sekaligus diberi Subtitle. Lagi-lagi kita kejar-kejaran dengan waktu karena paling tidak film harus sudah jadi tanggal 18 Februari untuk Gala Premiere di Plaza Senayan-Jakarta.
Di Bangkok, persoalan scratch terselesaikan dengan baik dengan cara melakukan duplicate negative film tersebut. Akhirnya, 70 copy film Ayat-Ayat Cinta terselesaikan dalam waktu satu minggu. Pada saat dilakukan pengiriman melalui bandara Swarnabhumi-bangkok, kita terganjal maskapai penerbangan Garuda. 70 Copy tidak boleh di bawa, harus melalui Kargo. Padahal beberapa producer pernah melakukan itu sebelumnya dalam airlines yang sama. Kita sempat berdebat panjang di depan counter check in. Akhirnya hanya 10 copy saja yang bisa kebawa, sisanya harus lewat Kargo. 4 orang yang semula menyertai saya membawa 70 copy tersebut akhirnya harus tinggal di Bangkok untuk mengurus pengiriman lewat Kargo. Saya semakin was-was karena isyu birokrasi di lembaga Bea Cukai bandara terkenal rumit dan banyak preman. Salah-salah film AAC terganjal di Bea Cukai.
Pada saat saya melakukan pengecekan ulang atas 10 Copy untuk keperluan Gala Premiere di Plaza Senayan, saya mendapatkan sms dari teman saya kalau AAC sudah ada bajakannya. Saya kaget, karena belum pernah sepanjang sejarah saya membuat film, pembajak membajak film Nasional. Saya punya kenalan pengusaha dvd bajakan di Glodok yang bahkan pernah bilang ‘Kita tidak membajak film-film Indonesia. Kasihanlah, film Indonesia kan lagi tumbuh. Sayang kalau dibajak. Film Amerika aja yang kita bajak. Mereka kan udah kaya.’ Saya tersenyum dalam hati. Moralitas kadang muncul tanpa kita duga dari jenis manusia seperti apa.
Persoalan moralitas dan manusia itu kemudian yang membawa saya menelusuri kebenaran berita pembajakan film AAC. Manusia seperti apa yang tega melakukannya? Moralitas seperti apa yang dia anut, kalau manusia kelas pembajak glodok (yang menyikapi bajakan sebagai bisnisnya) saja bisa menerapkan ukuran nilai atas produk yang dia bajak.
‘Saya sangat menyesal mendengar itu, Mas. Kini di Malang sedang geger’ begitu bunyi sms dari teman saya di Malang. Seperti sebuah bola salju yang tergulir, sms-sms lain datang dari Surabaya, Makasar, Jogja. Mereka tidak sekedar mengabarkan, tapi memberikan analisa detil gambar, suara dan hasil edit atas film bajakan AAC. Bahkan ada yang bilang kalau hasil bajakan tersebut sudah di komentari di internet. Subhanalloh!
Saya cuma bisa diam. Hati saya bergolak. Bukan karena film saya di bajak yang kemudian keuntungan yang saya terima sedikit. (Ah, lagi-lagi kalau kita bicara materi tidak akan ada habisnya). Mari kita membebaskan diri dari kecenderungan menilai pembajakan dari unsur materi. Hal paling besar dari pengaruh bajakan adalah: Penonton tidak dididik menghargai kualitas terbaik dari sutradara. Film Ayat-Ayat Cinta, sekalipun di bajakan bisa diikuti jalan ceritanya, tapi bukan kualitas terakhir dari sutradara-producer dan kru serta pemain. Bajakan tersebut diambil dari hasil mentah yang masih ada di mesin editing studio MD. Artinya belum ada music yang layak (Masih musik kasar yang diambil dari film Schindler list, Kamasutra, Pasion of Christ, dsb), belum ada tata suara yang mendukung seperti suara Ustadz Jefri melantunkan ayat dan doa, suara Fahri di masjid Al Azhar saat Talaqi masih suara cewek, suara-suara atmosfer lalu lintas di Kairo juga belum masuk. Pendeknya, hasil dari bajakan tersebut belum layak untuk menjadi bahan apresiasi penonton. Jika sudah begitu, apakah penonton juga layak menilai sebuah produk yang memang belum layak untuk di apresiasi?
Kabarnya, saya mendengar justru yang mengkonsumsi AAC bajakan kebanyakan umat muslim pecinta novel AAC. Semoga berita itu tidak benar. Tapi terlepas dari semua itu, saya menyayangkan sikap siapapun yang terlibat, baik membajak maupun mengkonsumsi bajakan tersebut. Apalagi melakukan penilaian atas dasar film bajakan tersebut yang kemudian menghasut, mencerca dan menjelek-jelekkan filmnya dan calon penonton yang mau menonton di bioskop. Saya hanya bisa berharap kepada Alloh untuk memaafkan orang-orang yang melakukan itu. Bagi yang tidak melakukannya, saya ucapkan terima kasih yang paling dalam. Kepadanya, saya hanya berharap doa untuk saya tetap sabar dan tidak terpengaruh.
Jujur, sekali lagi bukan materi yang saya kejar. Lebih dari itu, film ini telah membuat saya mencintai lebih dalam agama Islam, karena keindahan Quran yang menekankan kesabaran dan keikhlasan umatnya.
Robbana Afrigh alaina Sabran, Wa tsabit Aghdamana wan surna ‘alalqoumil kafiriin …
http://hanungbramantyo.multiply.com/…12/AAC_BAJAKAN
maria yg main carrisa putri =p
beda orang beda selera
bajakannya juga mampir ke saya
dikasih teman!
ASS…
aq cm pgn blg novel & film ayat2 cinta bgus bgt.aq bnr2 salut sama mas hanung yg dah brusaha se maximal mgkin bwt menjadikan film ini seindah novelny.maju terus perfilman INDONESIA.bikin film islami yg lbh byk lg ya mas…
aq pasti nonton.
slh satu obsesiqu adalah memajukan perfilman islami di indonesia bahkan di dunia.karena yg aq lhat,jarang bgt film kyk gni.yg membuat aq smakin memahami & mencintai ISLAM.
WASS…
assalamu’alaikum.
memang, versi filmnya agak sangat mengecewakan… agak terlalu dipaksakan. mungkin karena setting tempatnya yang ndak asli di Mesir itu ngurangi maknanya.
mas, mohon maaf… versi novelnya menurut saya luar biasa, karena banyak sekali ilmu yang kita dapatkan di dalamnya bila dibandingkan “hanya” membaca novel fiksi penulis sekuler.
dalam novel ini tidak semuanya membahas tentang romantisme, tapi juga hubungan antar umat beragama. dimana Fahri mengingatkan bahwa orang kafir dzimmi wajib dilindungi, bukan dihina atau dibunuh bila dia datang ke negara kita apabila legal.
hal ini mengingatkan kita pada bom bali 2002.
andaikan Amrozi cs baca buku ini dulu… pasti ndak akan terjadi.
jadi buku ini sangat luas bahasannya…
jangan menilai dari sampul atau kata-katanya.
tapi pahami juga dari makna kata-katanya.
saya dulu juga menyepelekan novel ini.
tapi saya tanpa diduga mengalami musibah yang tak terkira dan tak sengaja membaca referensi buku ini, air mata pun mengalir deras dari kedua mata saya.
saya seakan-akan diingatkan oleh Kang Abik, manusia hanya hidup sekali, maka cintailah Allah melebihi segala-galanya.
di buku ini si Fahri juga sebenarnya mencintai Allah di atas segala-galanya…
dan maksud Kang Abik memberikan sifat sempurna pada Fahri adalah, dia ingin tokoh dari desa ini dicontoh oleh remaja Indonesia sekarang khususnya yang muslim, yang pergaulannya dengan lawan jenis begitu mengerikan… seks bebas sudah biasa.
na’udzubillahi min dzaalik.
begitulah inti novelnya, tentang mengembalikan remaja kita kepada Allah dengan sastra.
mohon jangan disepelekan, atau dihina… baik filmnya maupun novelnya.
kita harus menghargai orang yang sudah susah payah membuatnya (mas Hanung).
karena menghargainya termasuk menghargai penciptanya juga, Allah Azza Wa Jalla…
Afwan.
Wallahu a’lam.
Semoga bermanfaat.
Ghani Arasyid, 20, Mahasiswa Teknik Lingkungan ITS yang telah menyerahkan hidupnya hanya untuk Allah setelah dikuatkan dengan Qur’an dan membaca novel ini…
assallamualikum wr wrb
aq stuju dengan pendapatnya ghani, karena di novel ini kita bisa dapat banyak ilmu tentang agama islam, novel ini beda banget, mungkin jika kita benar2 menyelami isi dari novel ini hati kita akan benar2 tersentuh…emang bener film beda jauh dengan apa yang dinovel…jadi lebih baik baca novelnya aja.
wass..
Saya rasa film AAC ini perlu diberi apresiasi sebesar2nya. Meskipun film ini berbeda dengan novelnya, tp film ini banyak mengandung pelajaran dari pada kebanyakan film-film Indonesia. Coba kita simak film2 n sintron2 di negara kita, banyak sekali yg menggambarkan kehidupan glamor, konsumtif, pergaulan bebas, mencintai produk luar, “mendewakan” budaya Barat. Tentu perfilman dapat mempengaruhi pola pikir dan membentuk karakter masyarakat!
Sayang mereka yang aktif di produksi perfileman di Indonesia lebih mengedepankan materi (keuntungan yang didapat) meskipun film2 yng diproduksi itu dapat merusak moral anak bangsa!!!!!
Saya acungkan jempol buat mas Hanung….terus smeangat mas!!trus buat film2 yang mendidik, agar bangsa ini bisa maju!!Saat ini antum berjihad fi sabilillah lewat “perang” di dunia perfilamen di Indonesia!!!! Semoga Sukses!!!!
Barusan nonton film bajakannya… dapet dari sever-nya kampus saya. 😀
Yang bikin eneg sepanjang film tuh… adalah si pemeran fahri-nya itu. Kenapa harus nicholas saputra sih..?? Kualitas akting dia memang bagus tapi entah mengapa dia kurang bisa membawakan karakter Fahry secara sempurna.
Film ini sih paling bertahan sebentar di bioskop.
Kita memang harus menghargai film ini… Tapi menghargai bukannya tak boleh mengkritik dan menunjukkan kekurangannya toh ???
nicholas saputra? sakurta ginting kali kang…:D
heheheee.., pusink mikirin karya orang lain dan terprovokasi secara emosional mengenai pembahasan film ini, entah itu yang merasa”saya gak memprovokasi” atau “saya tidak terprovokasi” semua sama aja.., knp?, karena semua itu menuangkan emosionalnya dalam forum ini
saya sih orang biasa yg memang tidak pernah baca seluruh isi novelnya (hanya sepenggal saja), dan tidak pernah melihat film itu (rencananya weekend ini mau nonton), namun kalau masalah film lalu di sangkut pautkan dengan agama, saya pikir (ini hnya pndapt pribadi saja) kurang pantas, apalagi sampai fanatik banget dengan film ini, serta membawa nama Sang Khalik dalam penuturannya (baca review di atas).
biasa aja menanggapi setiap comment yang ada, karena semua itu hanya pendapat atau argumentasi semata, bagi yang merasa “terprovokasi, memprovokasi atau diprovokasi” oleh orang yang menuangkan pikiran dan pendapatnya dalam forum ini, mungkin itulah orang (maaf) bodoh menurut saya.
best regards
abal_86@yahoo.com
untuk yang merasa kecewa, sebaiknya anda mulai membedakan antara bahasa film dan bahasa novel. Dalam novel andalah sebenarnya yang bermain dalam imajinasi anda.Tentu beda jika anda melihatnya langsung. Dan untuk yang udah melihat bajakannya..sebaiknya anda kecewa dengan diri sendiri, katanya kecewa dengan segala hal di dalm film ini yang tidak berbau islami…tapi apa anda pernah bertanya…apakah budaya pembajakan ini budaya yang islami? Mo anda sebagai pembajaknya atau anda yang menikamati hasil bajakannya, that’s same????jawabnya dari hati kita masing2..apalagi film dari sodara sebangsa kita…film anak negeri ini,masih tega juga untuk dibajak..sungguh tragis..dimana perikemanusiaan.????maap jika ada yg tidak berkenan
saya kira yang dimaksud StandAlone antaralain adalah bahwa bukan hanya film AAC menyimpang rada jauh dari novelnya, tapi juga menyimpangkan spiritnya. Ada kearifan yang sangat berarti, baik yang tersirat maupun yang verbal, dalam novel AAC. Namun itu tidak muncul di filmnya.
Hal yang sama terjadi pada DaVinci code, misalnya. Atau Tintin yang komiknya kocak banget tapi di film terasa janggal.
Contoh novel bagus yang juga bagus di film misalnya The Executive Order yang dibintangi Harrison Ford, atau The Godfather-nya Mario Puzzo yang dibintangi deNiro.
c the point?
Sudah nontom movienya, sangat disayangkan sekali!!!! sangat terlihat tujuan komsersilnya!!! pesan dakwah yang ingin disampaikan oleh novelist jadi hilang. kasihan haibburahman, mas Habib kenapa disetujuin ni film beredar?????
itulah yg ku sesalkan pas liat film AAC…hal yang penting di novelnya tidak ada di filnya
Kebesaran hati mas Habib memang patut di acungin jempol…
@ Purnama
Nicholas Saputra? wah wah salah kamar mas… mau ngobrolin Ayat-Ayat Cinta (AAC) atau Ada Apa Dengan Cinta?(AADC) hahaha… Fedy Nuril kali yang main AAC dan mainin tokoh Fahri
Kebetulan nih saya sudah nonton filmnya dan memang belum baca bukunya. Tapi menurut saya filmnya juga sudah bagus kok, perpaduan scene2 yang bagus, ayat2 yang indah dan dukungan soundtrack yang pas membuat film ini berhasil menguras emosi penonton… saya ngga begitu memperdulikan pemainnya, mungkin karena alur cerita yang apik dan lain dari pada yang lain jadinya mungkin saya jadi lebih tertarik mencermati bahasa arab di film itu hehe skalian belajar gitu… dan yang terpenting apa yang mungkin ingin disampaikan mas Hanung sudah mengena dan cukup membuat saya untuk merasa bahwa Islam yang saya yakini memang sejuk dan indah.
Masalah pembajakan saya rasa tidak usah dikomentari lebih jauh , saya yakin semua orang di Indonesia ini disadari atau tidak, pernah menikmati hasil bajakan. ya toooh… 😀
yang terpenting jangan lupa untuk semuanya.. yang SABAR dan IKHLAS ya… sesuai dengan amanat AAC-the movie..
yah mo gmana lage seperti kata hanung film na beda ma versi novel na..emang iya sih beda banget..malah di beberapa bagian ad yang ga match ma versi novel na..salah satunya seperti di versi novel orang tua fahri di indonesia ga tau kalo anak na ditangkap..
trus pa lagi yah bagian maria minta diajarin baca syahadat..temen 1 sel fahri di versi film cuman 1 orang doang padahal di versi novel kalo ga salah ada 3 deh..
tapi yang jelas kerasa banget tuh film nuansa india na..seperti saat akad nikah mirip banget ma salah satu film india gitu setting na..ga tau kenapa yah..padahal kan seharusnya at least mirip lah ma di gambaran versi novel..
jalan cerita yang cenderung membodohi mereka yang udah baca versi novel na..
anyway aq sih tetep lah kasih komentar salut aja ma kerjaan na anak bangsa..paling ga untuk kemajuan film Indonesia..
emang keren ya? aku ngga ngerti deh ini ribut2 dunia persilatan… hihihihii
poor hanung. sepertinya kita harus banyak belajar yaa.
mo komentar bentar nih mengenai filmny,kalo menurut aku sendiri sih stlh melihat filmny janggal,janggal krn ada yg berbeda kali y certanya,but gapapa lah,cos dah ngerti aja gt,pasti,mikirny,bakal berbeda.janggal or ngrasa lainnya krn critanya dcritakan trllu cpt,jd krg dpt,kurang ngena’ gt.klo aku sndr sh ngrasany gt..aku rs sh prlu diperjelas adegan2 crita smpi critanya akhirny pas pd tmpt2 or pos2 crtany.spt adegan fahri mo menikahi aisyah,sptny trburu2,smpi di akhir crt msh ad adgn yg trkesan buru2.,.
carissa great!fahri jg!,spt novelny,klo aisyah pa mg dsrh spt it lbh cmburuan?tp apapun it,sy mo ngucapin great! mas hanung,n smw kru,aku msh bs krasa dibagian2 akhir n msh bs or ad yg bs diambil plajaran dr film it.bwt tmn2 yg lain yg udah ngliat filmny,bc jg novelny y !
manusi tu g ad yg sempura begitu jg mas hanung,dan klo kt berharap ingin filmny sebagus novelny bukankah itu suatu harapan yg berlebihan…memang wajar klo ad yg kecewa tp klo kt menilik diri kita sendiri apakah kita bisa melakukan sesuatu yg lebih baik dr pembuat film ini?seharusny kita sadar klo suatu hasil karya itu merupakan sebuah goresan indah yg disampaikan oleh tuhan melalui tangan mas hanung…?
buat kang abik q yakin dy orang yg bijak karena dy lulusan Al Azhar yg puny cr pandang yg pastiny sngt bijak,jd klopun dy agk kecewa ga berarti dy kecewa dngn semu hasil filmnya…..
jg GooOOOOOoooOOOOood bgt buat yg buat bikin filmny….!!!
kol blum nonton or baca novelny jngn dulu komen yg macem2 y…??
mas hanung q tunggu loh film islami selanjutny……!!!
ckckck..sampe segitunya yaa komentarnya?pake di publish segala..
jujur kalo menurut saya Ayat-Ayat Cinta sudah menjadi salah satu film berkualitas di Indonesia.
tolong dukung perfilman dalam negeri.
makanya jangan kebanyakan nonton smallville.. :)peace
Hadu.. Mas/Mbak… Kalian tuh bisanya komentaaaaar aja. Sejelek2nya orang yang bikin film, ia masih lebih baik daripada orang yang KOMENTAR DOANG. Kalian ngejelekin PUNJABI and The Gank juga kagak guna. Lha, emang apa yang udah kalian hasilkan??
Afwan… 🙂
Assalamualaikum..
Gini ajah dech mas standalone, klo blom bisa bikin film lebih bagus dari AAC jgn comment ap2 dlu, bagaimanapun novel, film dan mas hanung tp lebih OK dari pada kita2 ini, beliau bisa menyumbangkan karyanya…(tidak hanya mengkritik karya org lain seperti dalam forum ini 🙂
afwan 🙂
menurutku filmnya gak pantes jadi film bioskop, cukup jadi sinetron aja deh. sinetron terbaik 🙂 dibanding sinetron-sinetron lain saat ini. kalo novel nya sih bagus.
enaknya blog ya gini ini, bebas ngomong apa aja. lah blog punya sendiri hehehe. kalo gak suka ya jangan baca hahaha. dan yang komentar juga bebas kan ya , mas?
mau setuju mau gak, bebas bebas aja.
kalo ada yg sakit hati, ya buat apa sih sakit hati disimpan. tiap orang punya pendapat berbeda toh.
Logic review. I Like it! 😉
i luv my husband (lhoh?!!)
gw emang g pernah baca novel AAC sebelumnya n sama sekali ga tw gmn alur cerita…
jd pas nonton bener2 g tw alur ceritanya…..
komen gw d film ini cuma 2..
(sependapat ma StandAlone)
1st:
pertama nonton dari awal ampe akhir gw cm bilang “Rianti ga pantes meranin Aisyah”
g tw knp aktingnya dya ga dapet aj….
2nd:
yang gw demen d film itu cuma pemeran Maria….
Saluuuutttt…… menurut gw emang pemeran terbaik itu Maria….
kalo yang lainnya gw ga ambil pusing…. 😀
Namanya novel trus divisualisasikan emg ga sama….pasti aja ada kekecewaan yg terjadi, tp emg siy di film ini justru hal penting yg menurut gw harus di tampilkan di film…eh malah ndak ada…yah apa mau dikata….Durasi jg siy…hihihihihi…
ayoo…kita majukan perfilman indonesia…jgn cuma film2 dgn cerita horror ataw pergaulan anak muda aja donk..bosen jg nontonnya…^_^
Assalamu’alykum
sekedar menuangkan sedikit pemahaman sy tentang salah satu dilema dari film ayat-ayat cinta ini yang saya rasakan. sepertinya sudah banyak yang berkomentar tentang perbedaan yang cukup signifikan yang terasa antara film dan novel. nilai dakwah yang cukup kental pada novel memang, IMHO, kurang keluar di film yang dibuat mas hanung ini. Namun terlepas dari hal itu, ada hal lain yang lebih penting dari itu yaitu ketidakselarasan antara nilai-nilai yang disampaikan dengan cara menyampaikan dalam film ini. Contoh salah satu nilai yang disampaikan pada film ini adalah tentang nilai perlunya seorang lelaki menjaga dirinya dari perempuan selain mahromnya seperti dengan tidak menyentuh perempuan selain mahrom, menjaga pandangan dari perempuan selain mahrom tapi apa yang dilakukan oleh para artis di film ini? apakah mereka mahrom kemudian pemeran Fahri boleh memegang pemeran istrinya Aisha atau Maria ? Atau nilai-nilai seperti perlunya perempuan untuk menutup auratnya dengan mengenakan hijab, tapi di film ini digambarkan pemerannya melepaskan hijab mereka ? kita ingin menyampaikan sesuatu tetapi kita sendiri tidak melakukan hal tersebut …. apakah hal tersebut tidak aneh? Tidak akan sampai nilai-nilai dakwah dengan cara seperti ini.
bahkan dari yang saya yakini, novel ayat-ayat cinta ini tidak perlu untuk difilmkan kalau cara pengadaptasiannya seperti itu. mungkin akan ada orang-orang yang membaca komentar saya ini, menganggap saya kuno atau kaku, tapi ini adalah pemahaman yang saya ketahui. bukan saya tidak menghargai kerja keras mas hanung, tapi mungkin ini bisa menjadi pengalaman buat mas hanung kalau mau membuat film-film lain yang bernuansa islami. eh tepat ga ya saya komen disini ….. tp gpp deh.
CMIIW.
Wassalamu’alaykum.
mengenai tulisan:
coba dengarkan ilustrasi musik film aac di menit : 17, 37, 56.
ada agenda zionis dibalik film aac.ayat-ayat cinta pake ilustrasi musik spiritual yahudi. coba cek di film karya sutradara yahudi steven spielberg :schindler list (film yang dilarang diputar di Indonesia oleh pemerintah tahun 97-an karena berisi kampanye zionisme dan ditolak umat islam). Song theme schindler list sama persis dengan ilustrasi musik yang dipakai di ayat2 cinta(bukan yang lagunya rosa). coba search di youtube “schindler list music” atau
di. http://www.youtube.com/watch?v=aX2qP3gP_Vs dan http://www.youtube.com/watch?v=ueWVV_GnRIA&feature=related musik itu digubahh komponis zion bernama itzhak Perlman yang diperuntukan untuk kampanye zionisme internasional . mengapa film islam menggunakan ilustrasi musik spiritual yahudi???
tanggapan saya:
benar, kalau kita perhatikan dengan seksama ada musik yahudi di film itu. saya udah cek di youtube. dan saya sudah nonton film schindler list dengan lengkap.film itu sangat jewish sekali. ada kesamaan dalam ilustrasi musiknya.kalau film aac sampai diketahui orang2 jewish, mereka pasti sangat bangga, betapa film islam yang ditonton oleh 3 juta (konon) orang menggunakan musik spiritual mereka.
kalo memang harus ada plagiat musik dalam film itu, kenapa yang dipilih lagu yahudi? kalo memang harus ada lagu yahudi di film itu kenapa harus dipilih lagu SPIRITUAL yahudi? kan banyak musik2 lainnya yang ngga provokatif yang bisa dibajak dan diplagiat. kalo memang harus ada ilustrasi film lain yang disisipi aac kenapa harus film schindler list? ?. pensisipan ilustrasi musik yahudi dalam aac saya yakin bukan unsur ketidaksengajaan. ada hidden massage, ada pesan tersembunyi, ada komunikasi konspiratif.film schindler list memang awam dikalangan masyarakat indonesia, karena film itu memang dilarang oleh MUI dan pemerintah indonesia. tapi dikalangan sineas? film itu bukan sesuatu yang asing.
well..sorry guys..i agree with “StandAlone”..
aku sudah baca Novelnya dan sudah nonton juga filmnya..KECEWA banget iyaa..
aku bukan masalah aktingnya yaa..tapi lebih kecewa pada Makna-Makna Agama yang ada di Novel malah tidak disampaikan di Film ini..di Film ini lebih banyak membahas tentang hubungan cinta antara Maria,Aisha dan Fahri. Dan yang paling tidak aku sukai adalah kehidupan Poligami yang digambarkan, karena dalam Novel kehidupan Poligami TIDAK dijalani oleh Fahri..padahal negara mau bikin undang-undang pernikahan yang baru..tapi kenapa malah disodorkan adegan2 poligami dimana istri pertama harus menerima dengan sabar suaminya berciuman dengan istri lain..OH MY GOD…
ga jelek2 bgt koq tuh film.. dibandingin dgn film2 laen yg lebih mengutamakan sosok hantu.. angkat jempol deh bwt ayat cinta…
setuju ama Anti..
bagusan film laskar pelangi… jauhh
tapi emang scene film ayat2 cinta emang bagus, tapi adegan penceritaannya… noooo
citer bleh la walaupun berat tapi bagi gua yg tengah cinta tu sesuai la tgk…bleh layan perasaan …….kira ada gak pengajaran tapi kalu nak banding dari segi naratif penceritaan n mengharapkan sesuatu yang lebih jangan la hanya sekadar hiburan yang dikira berkualiti gak la…,kalu nak banding ngan naskah yg ada di indo ni…
menurut gw pilemna bagus kok….
gw aj nntna jadi tobat….
pi skrg g tobat lagi.
he2..
pi menurut gw bgs kok…..
walapun g sama m novelna….
klw sama mungkin panjang nih pilem,,,,,,
(http://rior06.student.ipb.ac.id)
1 | Pradita Utama
12 Februari 2008 pada 10:55 pm
hanung bramantyo udah bilang kalo misalnya penonton berharap filmnya sama kayak novelnya siap-siap kecewa..
kok dah ada bajakannya ya ? kasian amat film indonesia..